STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN – TEMBAGA (II)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Senyawa ion
logam yang berkoordinasi dengan ligan disebut dengan senyawa kompleks. ligam
zat netral atau anionik tetapi kation, seperti kation tropilium juga dikenal.
Ligan netral, seperti amoniak, NH3, atau karbon monoksida, CO, dalam
keadaan bebas pun merupakan molekul yang stabil, sementara ligan anionik,
distabilkan hanya jika dikoordinasikan ke atom logam pusat. Ligan repsentatif
di daftarkan di tabel menurut unsur yang mengikatnya. Logam umum atau yang
dengan rumus kimia rumit diungkapkan dengan singkatannya.
Pada dasarnya stoikiometri kompleks ammin – Tembaga (II)
menggunakan prinsip proses ekstraksi pelarut, dimana dalam prinsip ini berlaku
hukum distribusi yang menyatakan apabila suatu system yang terdiri dari dua
lapisan campuran (solvent) yang tidak saling bercampur satu sama lain,
ditambahkan senyawa ketiga (zat terlarut), maka senyawa itu akan terdistribusi
(terpartisi) kedalam dua lapisan tersebut, dengan syarat Nerst bila zat
terlarut nya tidak menghasilkan perubahan pada kedua pelarut (solvent) atau zat
yang terlarut yang terbagi (terpartisi) dalam dua pelarut tidak mengalami
asosiasi, disosiasi atau reaksi dengan pelarut. Prinsip tersebut digunakan pada
percobaan kali ini dimana stokiometri kompleks ammin-tembaga (II) menggunakan
cara ekstraksi pelarut dalam menentukan rumus kompleksnya tersebut.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat disimpulkan dari praktikum
stokiometri kompleks ammin-tembaga (II) adalah “ Bagaimana cara menentukan
rumus molekul dari senyawa kompleks ammin tembaga (II) dengan cara ekstraksi ?
”
C. Prinsip Percobaan
Percobaan ini didasarkan pada prinsip ekstraksi “like
dissolved like” dimana senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa
nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar.
II. Teori
Tembaga dalam senyawanya memiliki bilangan oksidasi +1
dan +2. bilangan oksidasi +2 pada tembaga
dominan. Kebanyakan garam tembaga (II) adalah biru, warna ini agak sama
dengan larutan heksaaquo tembaga (II) [Cu(OH2)6]2-.
Sama halnya dengan tembaga (II) klorida. Warna hijau ini disebabkan oleh adanya
ion kompleks seperti pada planar tetrachlorocuprate (II) ion, [CuCl4]2-.
Ketika dielusi, warna larutan akan berubah menjadi biru. Transformasi warna terjadi dimana kompleks direaksikan dengan
molekul air, warna terakhir yang terjadi adalah heksaaquo tembaga (II) ion. Raksinya:
[CuCl
4]
2-(aq) +
6
H
2O
(l) [Cu(OH
2)
6]
2+
(aq) +
4Cl
(aq)
(Rayner, 2004)
Tembaga; sifat khas adalah tembaga termaksud logam
transisi, tembaga dapat membentuk ion kompleks, tembaga mempunyai bilangan
oksidasi +1 dan +2 dalam senyawa, ion tembaga (I) tidak stabil dalam air;
mengalami reaksi disporposionasi. Pemekatan dilakukan dengan cara flotasi.
Konsentrasi mengandung 25 -30% tembaga sebagai Cu2S dengan FeS sebagai pengotor. Pemurnian dilakukan secara
elektrolisis pada suhu 50 – 60oC dari larutan CuSO4 yang
diasamkan (Ahmad, 2001).
Mineral yang paling umum adalah chalcopyrite CuFeS2.
Tembaga diekstraksi dengan permanganan dan peleburan oksidatif, atau dengan
pencucian dengan bantuan mikroba, yang diikuti oleh elektrodeposisi dari
larutan sulfat. Tembaga digunakan dalam aliasi seperti kuningan dan bercampur
sempurna dengan emas. Ia sangat lambat teroksidasi superficial dalam uap udara,
kadang – kadang menghasilkan lapisan hijau hidrokso karbonat dan hidrokso
sulfat (dari SO2 dalam atmosfer) (Wilkson, 1989).
Senyawa yang unsure logam transisinya mempunyai bilangan
oksidasi tinggi cenderung agak kovalen, sedangkan yang bilangan oksidasinya
lebih rendah cenderung lebih ionic. Contohnya oksida –oksida: Mn2O7
adalah senyawa kovalen berwujud cair pada suhu kamar (mengkristal hanya pada
suhu 6oC), tetapi Mn3O4 adalah senyawa ionic,
mengandung baik Mn (II) maupun Mn(III), yang meleleh pada suhu 1564oC.
oksida kovalen cenderung berupa anhidrida asam, sedangkan oksida ionic
cenderung basa, sama seperti pada unsure golongan utama (Oxtoby, 2003).
Dimanapun tidak ada perbedaan mendasar tentang senyawa logam
transisi yang dibandingkan dengan senyawa yang terdapat dalam kelompok unsure.
Dalam suatu teori valensi menerapkan
kelomok unsure dapat berhasil menerapkan unsure transisi. Secara umum,
metode MO aplikasi senyawa logam transisi memberikan kesalahan dan manfaat yang
banyak, yang lain seperti level approxi adalah cukup baik, hanya yang lain ada
penyebabnya (Cotton, et all., 1995).
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kandungan konsentrasi tertinggi logam Cu terdapat pada badan karang jenis
bercabang di Pulau Sertung yaitu 0,084 ppm, sedangkan di air logam Cu tidak
terdeteksi di setiap stasiun penelitian. Dari hasil analisis diketahui bahwa
beberapa stasiun di ketiga pulau tersebut memiliki kandungan konsentrasi logam
Cu pada badan karang yang telah melebihi ambang batas yang telah ditetapkan
oleh Menteri Lingkungan Hidup, yaitu < 0,01 ppm (Rahman, 2005).
III. Metode Praktikum
A. Alat dan Bahan yang dugunakan
1. Alat yang
digunakan
Alat yang digunakan pada percobaan ini
adalah sebagai berikut :
Ø
Labu takar 100 ml = 1 buah
Ø Botol semprot = 1 buah
Ø Batang pengaduk = 1 buah
Ø Statif dan klem = 1 buah
Ø Gelas timbang 50 ml = 1 buah
|
Ø Pipet gondok 25 ml = 1 buah
Ø
Pipet gondok 10
ml = 1 buah
Ø
Erlenmeyer =
1 buah
Ø
Buret 50 ml = 1 buah
Ø
Corong pisah 250
ml = 1 buah
|
2. Bahan yang digunakan
Bahan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Ø Padatan H2C2O4.2H2O
Ø Larutan H2C2O4
0,1 M
Ø
Larutan amonia 1 M
Ø
Padatan CuSO4.5
H2O
Ø Larutan Cu2+ 0,1
M
Ø Larutan NaOH 0,1 M
Ø Kloroform
Ø HCl 0,055 M
Ø Indikator phenolthalein
Ø
Indikator metil orange
|
B. Prosedur Kerja
1. Standarisasi beberapa Larutan
(10 mL larutan standar C2H2O4
+ indicator PP)
|
|
(10 mL larutan standar C2H2O4
+ indicator PP)
|
|
(10 mL larutan standar C2H2O4
+ indicator PP)
|
|
a. Larutan NaOH
-
dititrasi dengan 50 mL NaOH
b. Larutan HCl
-
Dititrasi dengan 50
mL NaOH
c. Larutan NH3
-
Dititrasi
dengan 50 mL NaOH
10 mL larutan NH3 1 M + 10 mL air dalam
corong pisah 250 mL
|
|
2. Penentuan Kd Ammonia Antara Air Dan
Kloroform
- dikocok hingga homogen
- ditambahkan
- dikocok
hingga homogen
- ditambahkan
- dikocok 5 -10 menit
- didiamkan hingga dua larutan nampak
- dipisahkan dua larutan itu
- dipindahkan masing-masing
- dititrasi dengan
- dihitung KD amonia
3. Penentuan Rumus molekul Cu-Ammin
|
|
10 mL larutan NH3 1 M + 10 mL
larutan Cu2+
|
|
-
dikocok
hingga homogen
-
ditambahkan
-
dikocok
5 -10 menit
-
didiamkan
hingga dua larutan
nampak
-
dipisahkan
dua larutan itu
-
dipindahkan
masing-masing
-
dititrasi
dengan
-
dihitung
-
ditentukan
rumus kompleks
IV. Hasil
Pengamatan
A. Reaksi Lengkap
v
v
v
v
B. Perhitungan
1. Standarisasi
Beberapa Larutan
1.
Larutan NaOH
Volume
H2C2O4 yang terpakai = 10 mL
[H2C2O4] = 0,1 M
Volume
NaOH yang terpakai = 25 mL (I), 23,5 mL (II), 24,3 mL
[NaOH]
baku = 0,04 M
V1
x M1 =
V2 x M2
10
x 0,1 = 25 x M2
M2
= 1/25 = 0,04 M
Jadi
rata-rata (x) = (0,04 + 0,0425 + 0,0411)/3
= 0,04 M
2. Larutan
HCl
Voleme NaOH yang
terpakai = 10 mL
[NaOH] baku = 0,04 M
Volume HCl yang
terpakai = 11,8 mL
[HCl] baku
(awal) = 0,03389 M
3.
Larutan NH3
Voleme
HCl yang terpakai = 10 mL
[HCl] = 0,03389 M
Volume
NH3 yang terpakai = 3,9 mL
[NH3]
baku = 0,0087 M
V1
x M1 =
V2 x M2
10 x 0,03389 = 3,9 x M2
M2
= 0,0087
2. Penentuan
Koefisien Distribusi Ammonia Dalam Air dan Kloroform
Volume HCl yang
terpakai = 16,7 mL
[HCl] baku = 0,055
M
Volume NH3
dalam CHCl3 terpakai = 10
mL
[NH3] air = 0,0052 M
[NH3]
kloroform = [NH3] awal - [NH3]
kloroform
[NH3]
kloroform = (0,0087 – 0,0052)M = 0,0035
M
Kd = [NH3] kloroform
[NH
3] air
= 0,0035 M
0,0052 M
= 0,673
3. Penentuan
Rumus Kompleks Cu2+ ammin
Volume HCl yang
terpakai = 0,6 mL
= 0,6 x 10-3
[HCl] baku = 0,03387
M
V [NH3]CHCl3
terpakai = 10
mL
[NH3]
kloroform
= (0,6 x 10-3 L x 0,03387 M)/0,01 L
=
2,03 x 10-3 M
[NH3]
air bebas
= [NH3] awal – [NH3]
CHCL3
= 0,0087 – 0,00203
= 0,00667 M
Mol Cu : mol [Cu
– NH3] = [NH3]
awal-[NH3] klroform + mol [NH3] air bebas
Mol Cu : mol [Cu
– NH3] = 0,0087 M – 0,00203
M + 0,00667 M
Mol Cu
= 0,01334 M
Mol [Cu – NH
3]
Mol Cu
=
0,01334 M
= 2
0,00667 M
Rumus Kompleks adalah =
[Cu(NH3)2]2+
C. Pembahasan
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dimana suatu zat
terdistribusi dalam 2 pelarut yang tidak saling melarutkan. Kegunaan besar
dalam perlakuan ini yaitu kemungkinan untuk memisahkan dua senyawa atau lebih
berdasarkan perbedaan koefisien distribusinya (Kd). Koefisien distribusi zat
terlarutnya cukup besar (lebih dari 1000), penyaringan sekali memungkinkan
hamper semua senyawa terlarut terekstraksi. Walaupun demikian penyaringan yang
lebih efektif jika larutan pengekstraksi dibagi dalam 2 bagian dibandingkan
dilakukan penyaringan sekaligus dengan volume total yang sama.
Didalam melakukan ekstrasi yang paling penting diketahui
adalah prinsip like dissolved like, dimana tiap zat akan cenderung tertarik ke
zat yang memiliki sifat yang sama dengan zat itu (polar – polar atau nonpolar –
nonpolar).
Pada percobaan
kali ini yaitu pertama menstandarisasi beberapa larutan yaitu larutan NaOH,
larutan HCl, dan larutan NH3 kegunaannya untuk mengetahui
konsentrasi masing-masing larutan tersebut dengan cara mentittrasi. Kemudian
penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform,
Pada ekstraksi ammonia dalam pelarut air dan kloroform,
jumlah ammonia yang terdistribusi (terpartisi) dalam pelarut air maupun
kloroform akan ditentukan melalui titrasi dengan HCl standar 0,03387 M,
sehingga diketahui harga koefisien distribusinya. Dalam melakukan ekstrasi
hal-hal yang perlu diperhatikan dan sangat esensial dalam ekstraksi adalah
proses cara pengguncangan dan lama pendiaman larutan. Pengguncangan larutan
dimaksudkan agar larutan bercampur secara sempurna (homogen) sedangkan pendiaman difungsikan agar larutan
berada dalam keadaan kesetimbangan (tercapainya perbandingan konsentrasi
senyawa ketiga dalam fase air dan kloroform pada temperature yang tetap selalu
konstan). Kesalahan proses ini dapat berakibat fatal pada perolehan data
pengamatan yang akan di ambil, oleh karena itu dalam melakukannya haruslah
dengan hati – hati. Titran yang digunakan sebagai penitrasi larutan yang telah
diekstraksi pula sangat berpengaruh terhadap penentuan jumlah NH3 yang
terdapat dalam larutan kompleks. Oleh karena itu perlu dilakukan standarisasi
larutan yang dimaksudkan agar larutan yang digunakan sebagai penitrasi tetap
berada dalam keadaannya yang stabil.
Pada penentuan koefisien distribusi ammonia dalam air
dan kloroform diperoleh harga koefisien distribusi dari ammonia yang
terdistribusi dalam pelarut kloroform (fasa anorganic) dibagi dengan jumlah ammonia yang terdistribusi dalam air
(fasa organic). Besarnya suatu harga koefisien distribusi (Kd) zat terlarut
menunjukan sifat ekstraksi zat terlarut itu sendiri, semakin tinggi nilai
koefisien distribusinya (Kd tak terhingga) semakin sempurna sifat ekstraksinya,
dan sebaliknya. Sehingga ekstrasi pelarut pada percobaan ini dapat dikatakan
mendekati sempurna dengan melihat nilai Kd yang diperoleh dari hasil
perhitungan. Dari ekstrasi ini juga penentuan rumus komploks ammin – tembaga
(II) dapat ditentukan dengan dengan mengeakstrasi sisa ammonia dengan pelarut
kloroform dari hasil pencampuran ion tembaga (II) Cu2+ dengan
larutan ammonia berlebih dalam pelarut air. Sisa ammonia yang terekstrak dapat
ditentukan melalui hukum distribusi, sehingga ammonia yang terkompleks kan dapat ditentukan dan
rumus molekul kompleks tersebut dapat ditentukan. Dari hasil perhitungan data
dapat di ketahui indeks dari ammonia pada senyawa kompleks ammin – tembaga (II)
adalah 2
Persamaan reaksinya:
Cu
2+(aq) +
2NH
3(aq) [Cu(NH
3)
2]
2+
V. Simpulan
Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Rumus molekul kompleks dari ammin – tembaga (II) adalah [Cu(NH3)2]2+.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, Hiskia,
2001. Kimia Unsur Dan Radio Kimia.
Erlangga. Jakarta.
Cotton,
et all., 1995. Basic Inorganic Chemistry
Third Edition. Replika Press Pvt Ltd. Delhi.
Oxtoby,et
all., 2003. Prinsip – Prinsip Kimia
Modern Jilid 2 Edisi ke Empat. Erlangga. Jakarta.
Rahman,
Aditya. 2005.
Kandungan
Logam Tembaga (Cu) Pada Karang Tipe Branching di Perairan Kepulauan Krakatau. Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan. Jurnal kimia: No.2,Vol.2 http://bioscientiae.tripod.com
[akses tanggal 25 – 4 – 2009].
Rayner
Geoff – Canham, 2004. Descriptive
Inorganic Chemistry Second Edition. Freeman and Company. New York.
Wilkson
J. Latton, 1989. Kimia Anorganik.
Erlangga. Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II
PERCOBAAN V
STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN – TEMBAGA (II)
NAMA : NURLAN SAIR
STAMBUK : A1C4 10 030
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN KIMIA
KELOMPOK :
II (DUA)
ASISTEN PEMBIMBING :
MUHAMMAD EFFENDI, S.Pd
LABORATORIUM PENGEMBANGAN UNIT KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar