Jumat, 04 Mei 2012

laporan stokiometri ammin - tembaga ( II )



STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN – TEMBAGA (II)
I.      PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Senyawa ion logam yang berkoordinasi dengan ligan disebut dengan senyawa kompleks. ligam zat netral atau anionik tetapi kation, seperti kation tropilium juga dikenal. Ligan netral, seperti amoniak, NH3, atau karbon monoksida, CO, dalam keadaan bebas pun merupakan molekul yang stabil, sementara ligan anionik, distabilkan hanya jika dikoordinasikan ke atom logam pusat. Ligan repsentatif di daftarkan di tabel menurut unsur yang mengikatnya. Logam umum atau yang dengan rumus kimia rumit diungkapkan dengan singkatannya.
Pada dasarnya stoikiometri kompleks ammin – Tembaga (II) menggunakan prinsip proses ekstraksi pelarut, dimana dalam prinsip ini berlaku hukum distribusi yang menyatakan apabila suatu system yang terdiri dari dua lapisan campuran (solvent) yang tidak saling bercampur satu sama lain, ditambahkan senyawa ketiga (zat terlarut), maka senyawa itu akan terdistribusi (terpartisi) kedalam dua lapisan tersebut, dengan syarat Nerst bila zat terlarut nya tidak menghasilkan perubahan pada kedua pelarut (solvent) atau zat yang terlarut yang terbagi (terpartisi) dalam dua pelarut tidak mengalami asosiasi, disosiasi atau reaksi dengan pelarut. Prinsip tersebut digunakan pada percobaan kali ini dimana stokiometri kompleks ammin-tembaga (II) menggunakan cara ekstraksi pelarut dalam menentukan rumus kompleksnya tersebut.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat disimpulkan dari praktikum stokiometri kompleks ammin-tembaga (II) adalah “ Bagaimana cara menentukan rumus molekul dari senyawa kompleks ammin tembaga (II) dengan cara ekstraksi ? ”
C. Prinsip Percobaan
Percobaan ini didasarkan pada prinsip ekstraksi “like dissolved like” dimana senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar.











II.      Teori
Tembaga dalam senyawanya memiliki bilangan oksidasi +1 dan +2. bilangan oksidasi +2 pada tembaga  dominan. Kebanyakan garam tembaga (II) adalah biru, warna ini agak sama dengan larutan heksaaquo tembaga (II) [Cu(OH2)6]2-. Sama halnya dengan tembaga (II) klorida. Warna hijau ini disebabkan oleh adanya ion kompleks seperti pada planar tetrachlorocuprate (II) ion, [CuCl4]2-. Ketika dielusi, warna larutan akan berubah menjadi biru. Transformasi warna  terjadi dimana kompleks direaksikan dengan molekul air, warna terakhir yang terjadi adalah heksaaquo tembaga (II) ion. Raksinya:
[CuCl4]2-(aq)   +    6 H2O(l)                       [Cu(OH2)6]2+ (aq)    +          4Cl(aq)
(Rayner, 2004)
Tembaga; sifat khas adalah tembaga termaksud logam transisi, tembaga dapat membentuk ion kompleks, tembaga mempunyai bilangan oksidasi +1 dan +2 dalam senyawa, ion tembaga (I) tidak stabil dalam air; mengalami reaksi disporposionasi. Pemekatan dilakukan dengan cara flotasi. Konsentrasi mengandung 25 -30% tembaga sebagai Cu2S dengan FeS sebagai pengotor. Pemurnian dilakukan secara elektrolisis pada suhu 50 – 60oC dari larutan CuSO4 yang diasamkan (Ahmad, 2001).
Mineral yang paling umum adalah chalcopyrite CuFeS2. Tembaga diekstraksi dengan permanganan dan peleburan oksidatif, atau dengan pencucian dengan bantuan mikroba, yang diikuti oleh elektrodeposisi dari larutan sulfat. Tembaga digunakan dalam aliasi seperti kuningan dan bercampur sempurna dengan emas. Ia sangat lambat teroksidasi superficial dalam uap udara, kadang – kadang menghasilkan lapisan hijau hidrokso karbonat dan hidrokso sulfat (dari SO2 dalam atmosfer) (Wilkson, 1989).
Senyawa yang unsure logam transisinya mempunyai bilangan oksidasi tinggi cenderung agak kovalen, sedangkan yang bilangan oksidasinya lebih rendah cenderung lebih ionic. Contohnya oksida –oksida: Mn2O7 adalah senyawa kovalen berwujud cair pada suhu kamar (mengkristal hanya pada suhu 6oC), tetapi Mn3O4 adalah senyawa ionic, mengandung baik Mn (II) maupun Mn(III), yang meleleh pada suhu 1564oC. oksida kovalen cenderung berupa anhidrida asam, sedangkan oksida ionic cenderung basa, sama seperti pada unsure golongan utama (Oxtoby, 2003).
Dimanapun tidak ada perbedaan mendasar tentang senyawa logam transisi yang dibandingkan dengan senyawa yang terdapat dalam kelompok unsure. Dalam suatu teori valensi menerapkan  kelomok unsure dapat berhasil menerapkan unsure transisi. Secara umum, metode MO aplikasi senyawa logam transisi memberikan kesalahan dan manfaat yang banyak, yang lain seperti level approxi adalah cukup baik, hanya yang lain ada penyebabnya (Cotton, et all., 1995). 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan konsentrasi tertinggi logam Cu terdapat pada badan karang jenis bercabang di Pulau Sertung yaitu 0,084 ppm, sedangkan di air logam Cu tidak terdeteksi di setiap stasiun penelitian. Dari hasil analisis diketahui bahwa beberapa stasiun di ketiga pulau tersebut memiliki kandungan konsentrasi logam Cu pada badan karang yang telah melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, yaitu < 0,01 ppm (Rahman, 2005).

















III. Metode Praktikum
A. Alat dan Bahan yang dugunakan
     1. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
Ø   Labu takar 100 ml        =  1 buah
Ø  Botol semprot               =  1 buah
Ø  Batang pengaduk          =  1 buah
Ø  Statif dan klem              =  1 buah
Ø  Gelas timbang 50 ml     =  1 buah
Ø  Pipet gondok 25 ml        =  1 buah
Ø  Pipet gondok 10 ml         =  1 buah
Ø  Erlenmeyer                      =  1 buah
Ø  Buret 50 ml                      =  1 buah
Ø  Corong pisah 250 ml       =  1 buah
       2. Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Ø  Padatan H2C2O4.2H2O
Ø  Larutan H2C2O4 0,1 M
Ø  Larutan amonia 1 M
Ø  Padatan CuSO4.5 H2O
Ø  Larutan Cu2+ 0,1 M
Ø  Larutan NaOH 0,1 M
Ø  Kloroform
Ø  HCl 0,055 M
Ø  Indikator phenolthalein
Ø  Indikator metil orange
B. Prosedur Kerja
1. Standarisasi beberapa Larutan
(10 mL larutan standar C2H2O4 + indicator PP)
 
(10 mL larutan standar C2H2O4 + indicator PP)
 
(10 mL larutan standar C2H2O4 + indicator PP)
 
a. Larutan NaOH



 


-     dititrasi dengan 50 mL NaOH


Hasil pengamatan
 
 



b. Larutan HCl


 




-         
Hasil pengamatan
 
Dititrasi dengan 50 mL NaOH      


           c. Larutan NH3



 



-          Dititrasi dengan 50 mL NaOH                                            


Hasil pengamatan
 
 
10 mL larutan NH3 1 M + 10 mL air dalam corong pisah 250 mL
 
2. Penentuan Kd Ammonia Antara Air Dan Kloroform

                                                           
                                                        - dikocok hingga homogen
                                                        - ditambahkan


 


                                     - dikocok hingga homogen
                                                         - ditambahkan
                                                         - dikocok 5 -10 menit
-    didiamkan hingga dua larutan    nampak
-    dipisahkan dua larutan itu
-    dipindahkan masing-masing



 


      











 



                                                        
      - dititrasi dengan



 




                                                                  - dihitung KD amonia



Hasil Pengamatan
 
 




3. Penentuan Rumus molekul Cu-Ammin


10 mL larutan NH3 1 M + 10 mL larutan Cu2+
 
 



 
-                dikocok hingga homogen
-                ditambahkan


 


-                dikocok 5 -10 menit
-                didiamkan hingga dua larutan
         nampak
-                dipisahkan dua larutan itu
-                dipindahkan masing-masing








 








-                dititrasi dengan


 






-                dihitung


 




-                ditentukan rumus kompleks


Hasil pengamatan
 
 



IV.  Hasil Pengamatan
A. Reaksi Lengkap
v 
v 
v 
v 
B. Perhitungan
1.      Standarisasi Beberapa Larutan
1.      Larutan NaOH
Volume H2C2O4 yang terpakai        =          10 mL
[H2C2O4]                                          =          0,1 M
Volume NaOH yang terpakai          =          25 mL (I), 23,5 mL (II), 24,3 mL
[NaOH] baku                                   =          0,04 M
V1 x M1   =   V2 x M2
10 x 0,1    =    25 x M2
        M2   = 1/25  = 0,04 M
Jadi rata-rata (x) = (0,04 + 0,0425 + 0,0411)/3  = 0,04 M
2.      Larutan HCl
Voleme NaOH yang terpakai          =          10 mL
[NaOH] baku                                   =          0,04 M
Volume HCl yang terpakai              =          11,8 mL
[HCl] baku (awal)                            =          0,03389 M
3.      Larutan NH3
Voleme HCl yang terpakai                    =          10 mL
[HCl]                                                      =          0,03389 M
Volume NH3 yang terpakai                    =          3,9 mL
[NH3] baku                                             =          0,0087 M
V1 x M1   =   V2 x M2
10 x 0,03389 = 3,9 x M2                                   M2 = 0,0087
2.      Penentuan Koefisien Distribusi Ammonia Dalam Air dan Kloroform
Volume HCl yang terpakai                    = 16,7 mL
[HCl] baku                                             = 0,055 M
Volume NH3 dalam CHCl3 terpakai      = 10 mL
 [NH3] air                                               =  0,0052 M   
[NH3] kloroform                                                =  [NH3] awal - [NH3] kloroform
[NH3] kloroform                                                =  (0,0087 – 0,0052)M  =  0,0035 M
Kd                                                          =   [NH3] kloroform
                                                                    [NH3] air

                                                               =  0,0035 M
    0,0052 M
=   0,673
3.      Penentuan Rumus Kompleks Cu2+ ammin
Volume HCl yang terpakai                    =          0,6  mL   =  0,6 x 10-3
[HCl] baku                         =      0,03387 M
V [NH3]CHCl3 terpakai     =      10 mL
[NH3] kloroform                            = (0,6 x 10-3 L x 0,03387 M)/0,01 L
                                                    =  2,03 x 10-3 M
[NH3] air            bebas                  =  [NH3] awal – [NH3] CHCL3
                                           = 0,0087 – 0,00203
    = 0,00667 M
Mol Cu : mol [Cu – NH3]  = [NH3] awal-[NH3] klroform + mol [NH3] air bebas
Mol Cu : mol [Cu – NH3]  = 0,0087 M – 0,00203 M  + 0,00667 M
Mol Cu                               =  0,01334 M
Mol [Cu – NH3]

Mol Cu                               =  0,01334 M                          = 2
                                                0,00667 M         

Rumus Kompleks adalah   =  [Cu(NH3)2]2+





C.  Pembahasan
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terdistribusi dalam 2 pelarut yang tidak saling melarutkan. Kegunaan besar dalam perlakuan ini yaitu kemungkinan untuk memisahkan dua senyawa atau lebih berdasarkan perbedaan koefisien distribusinya (Kd). Koefisien distribusi zat terlarutnya cukup besar (lebih dari 1000), penyaringan sekali memungkinkan hamper semua senyawa terlarut terekstraksi. Walaupun demikian penyaringan yang lebih efektif jika larutan pengekstraksi dibagi dalam 2 bagian dibandingkan dilakukan penyaringan sekaligus dengan volume total yang sama.
Didalam melakukan ekstrasi yang paling penting diketahui adalah prinsip like dissolved like, dimana tiap zat akan cenderung tertarik ke zat yang memiliki sifat yang sama dengan zat itu (polar – polar atau nonpolar – nonpolar).
Pada  percobaan kali ini yaitu pertama menstandarisasi beberapa larutan yaitu larutan NaOH, larutan HCl, dan larutan NH3 kegunaannya untuk mengetahui konsentrasi masing-masing larutan tersebut dengan cara mentittrasi. Kemudian penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform,
Pada ekstraksi ammonia dalam pelarut air dan kloroform, jumlah ammonia yang terdistribusi (terpartisi) dalam pelarut air maupun kloroform akan ditentukan melalui titrasi dengan HCl standar 0,03387 M, sehingga diketahui harga koefisien distribusinya. Dalam melakukan ekstrasi hal-hal yang perlu diperhatikan dan sangat esensial dalam ekstraksi adalah proses cara pengguncangan dan lama pendiaman larutan. Pengguncangan larutan dimaksudkan agar larutan bercampur secara sempurna (homogen)  sedangkan pendiaman difungsikan agar larutan berada dalam keadaan kesetimbangan (tercapainya perbandingan konsentrasi senyawa ketiga dalam fase air dan kloroform pada temperature yang tetap selalu konstan). Kesalahan proses ini dapat berakibat fatal pada perolehan data pengamatan yang akan di ambil, oleh karena itu dalam melakukannya haruslah dengan hati – hati. Titran yang digunakan sebagai penitrasi larutan yang telah diekstraksi pula sangat berpengaruh terhadap penentuan jumlah NH3 yang terdapat dalam larutan kompleks. Oleh karena itu perlu dilakukan standarisasi larutan yang dimaksudkan agar larutan yang digunakan sebagai penitrasi tetap berada dalam keadaannya yang stabil.
Pada penentuan koefisien distribusi ammonia dalam air dan kloroform diperoleh harga koefisien distribusi dari ammonia yang terdistribusi dalam pelarut kloroform (fasa anorganic) dibagi dengan  jumlah ammonia yang terdistribusi dalam air (fasa organic). Besarnya suatu harga koefisien distribusi (Kd) zat terlarut menunjukan sifat ekstraksi zat terlarut itu sendiri, semakin tinggi nilai koefisien distribusinya (Kd tak terhingga) semakin sempurna sifat ekstraksinya, dan sebaliknya. Sehingga ekstrasi pelarut pada percobaan ini dapat dikatakan mendekati sempurna dengan melihat nilai Kd yang diperoleh dari hasil perhitungan. Dari ekstrasi ini juga penentuan rumus komploks ammin – tembaga (II) dapat ditentukan dengan dengan mengeakstrasi sisa ammonia dengan pelarut kloroform dari hasil pencampuran ion tembaga (II) Cu2+ dengan larutan ammonia berlebih dalam pelarut air. Sisa ammonia yang terekstrak dapat ditentukan melalui hukum distribusi, sehingga ammonia yang terkompleks kan dapat ditentukan dan rumus molekul kompleks tersebut dapat ditentukan. Dari hasil perhitungan data dapat di ketahui indeks dari ammonia pada senyawa kompleks ammin – tembaga (II) adalah 2
Persamaan reaksinya:
Cu2+(aq)  +    2NH3(aq)                              [Cu(NH3)2]2+











V.  Simpulan
Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Rumus molekul kompleks dari ammin – tembaga (II) adalah [Cu(NH3)2]2+.


















DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hiskia, 2001. Kimia Unsur Dan Radio Kimia. Erlangga. Jakarta.
Cotton, et all., 1995. Basic Inorganic Chemistry Third Edition. Replika Press Pvt Ltd. Delhi.

Oxtoby,et all., 2003. Prinsip – Prinsip Kimia Modern Jilid 2 Edisi ke Empat. Erlangga. Jakarta.

Rahman, Aditya. 2005. Kandungan Logam Tembaga (Cu) Pada Karang Tipe Branching di Perairan Kepulauan Krakatau. Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan. Jurnal kimia: No.2,Vol.2 http://bioscientiae.tripod.com [akses tanggal 25 – 4 – 2009].

Rayner Geoff – Canham, 2004. Descriptive Inorganic Chemistry Second Edition. Freeman and Company. New York.

Wilkson J. Latton, 1989. Kimia Anorganik. Erlangga. Jakarta.























LAPORAN  PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II
PERCOBAAN V
STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN – TEMBAGA (II)


NAMA                                   : NURLAN SAIR
STAMBUK                           : A1C4 10 030
PROGRAM STUDI             : PENDIDIKAN KIMIA
KELOMPOK                        : II (DUA)
ASISTEN PEMBIMBING  : MUHAMMAD EFFENDI, S.Pd


LABORATORIUM PENGEMBANGAN UNIT KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar